Bank syariah modern untuk pertama kali didirikan di Dubai dengan nama Dubai Islamic Bank pada tahun 1973. Kemudian bank syariah berkembang di berbagai negara, bahkan hingga ke negara-negara yang berpenduduk mayoritas non Muslim, seperti di Denmark, Luxembourg, Switzerland, United Kingdom, dan Amerika Serikat.
Sistem perbankan syariah dapat diterima oleh banyak masyarakat keuangan internasional, bukan hanya yang beragama Islam, dan terus tumbuh dengan signifikan dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan nilai-nilai dalam operasional bank syariah terus berorientasi kepada etika bisnis yang sehat dan juga menawarkan jasa-jasa yang jauh lebih banyak daripada perbankan konvensional.
Pertanyaan yang sering dilontarkan terhadap perkembangan perbankan syariah di Indonesia adalah, mengapa Indonesia dengan penduduk Muslim terbesar di dunia pertumbuhan asset dan nasabah perbankan syariahnya dinilai cukup lambat. Menurut mereka bukankah seharusnya dengan keyakinan agamanya rakyat Indonesia akan berbondong-bondong menggunakan bank syariah dan meninggalkan bank konvensional.

Berdasarkan pengamatan dan penelitian di lapangan yang penulis lakukan sejak ikut aktif di dunia perbankan syariah sejak tahun 2000, motif seseorang menjadi nasabah Bank Syariah, bukan semata-mata karena sesuai dengan agama yang dianutnya. Walaupun, nasabah Bank Syariah yang loyalis dan engage, biasanya mempunyai tipikal religius pada dirinya. Tipikal religius ini dalam masalah transaksi keuangan dapat dibagi empat, yakni: Pertama; Tipikal Religius Emosionalis, Kedua; Tipikal Religius Rasionalis, Ketiga; Tipikal Religius Tradisionalis, dan Keempat; Tipikal Religius Follower.
Insan-insan yang mempunyai tipikal religius emosionalis, adalah insan yang menggunakan ajaran-ajaran agama dengan keyakinan penuh. Mereka mengerjakan atau memanfaatkan sesuatu selalu dilandasi dengan dasar-dasar hukum agama yang jelas. Faktor kemanfaatan dan fungsionalitas sesuatu objek merupakan pertimbangan selanjutnya, setelah landasan hukum terhadap objek itu jelas. Pendidikan formal mereka rata-rata cukup tinggi.
Dalam kebutuhan perbankan, tipikal religius emosionalis, memilih lembaga yang diyakininya sesuai dengan Syariah. Bank yang paling "murni" Syariah merupakan pilihan utama mereka. Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan, manfaat produk atau jasa perbankan yang tersedia, jaringan (network), reputasi dan kredibilitas bank tersebut, ataupun return yang diperoleh bukan menjadi pertimbangan utama dalam memilih Bank Syariah. Jika ditanyakan kepada mereka, bagaimana apabila ternyata Bank yang diyakini ternyata tidak sepenuhnya "murni" Syariah. Jawaban mereka pada umumnya adalah, bahwa hal itu akan menjadi tanggung jawab pengelola Bank yang telah berani menjamin "kemurnian" Syariah tersebut kepada Allah.
Agak berbeda dengan tipikal religius emosional, insan-insan yang mempunyai tipikal religius rasionalis, biasanya adalah insan yang dalam kehidupannya memakai nilai-nilai keagamaan. Dalam menggunakan atau memanfaatkan sesuatu, tipikal ini melakukan atas dasar pertimbangan kemanfaatan atau fungsionalitaspada objek yang digunakan atau dimanfaatkan tersebut. Biasanya insan dengan tipikal ini, mempunyai pendidikan formal yang tinggi ditambah dengan pendidikan-pendidikan informal yang menunjang karier ataupun gaya hidup mereka. Insan religius rasionalis, seringkali menjadi innovator dan merupakan motivator bagi insan lain di lingkungan kehidupan mereka.
Insan dengan tipikal religus rasionalis, memilih suatu bank atau produk Syariah tidak cukup dengan keyakinan sesuai dengan agama. Mereka menggunakan produk dan jasa perbankan Syariah lebih diutamakan karena alasan-alasan yang dapat memenuhi kebutuhan mereka dalam bertransaksi keuangan. Kualitas pelayanan, manfaat produk atau jasa, jaringan yang luas merupakan tuntutan utama mereka. Dalam masalah keyakinan terhadap transaksi perbankan, mereka lebih berdasarkan pada nilai-nilai unversalitas ajaran Islam, seperti keadilan dan keseimbangan daripada masalah halal dan haram. Kesesuaian dengan Syariah hanya mereka perlukan pada saat mereka memutuskan sebagai seorang first time buyer.
Insan-insan seperti mereka, jika terpuaskan dengan bank tempat mereka bertransaksi akan rela mempromosikan dan merekomendasikan rekan dan keluarga mereka untuk menggunakan bank yang telah mereka manfaatkan. Sebagian besar dari mereka, di samping menggunakan Bank Syariah juga masih menggunakan jasa bank konvensional dengan alasan utama karena jaringan yang lebih tersebar dan kemudahan akses untuk berbagai keperluan keuangan mereka.
Lain lagi dengan tipikal religius tradisionalis. Insna-insan tipikal ini menjalankan kehidupannya berdasarkan tradisi yang mereka dapatkan dari keluarga ataupun lingkungannya. Mereka menggunakan nilai-nilai agama dalam kehidupannya sebatas apa yang telah mereka terima secara turun temurun atau lingkungannya. Demikian pula, dalam mengerjakan sesuatu ataupun memanfaatkan sesuatu, sesuai dengan apa-apa yang telah menjadi tradisi. Mereka, biasanya sulit untuk mengubah sesuatu, apalagi jika panutan mereka tidak melakukan atau memanfaatkan sesuatu itu. Pendidikan mereka rata-rata di tingkat menengah.
Dalam memanfaatkan transaksi perbankan, tipikal religius tradisionalis menggunakan sesuatu yang sesuai dengan tradisi yang ada. Mereka menggunakan Bank Syariah, jika panutan mereka juga telah menggunakan dan mengajarkan mereka untuk memanfaatkan produk-produk Syariah tersebut. Jadi, tidaklah berlebihan, jika di daerah-daerah yang terkenal dengan keislamannya, malah Bank Syariah tidak berkembang secepat di daerah-daerah yang dianggap tingkat keislamannya tidak setinggi daerah tersebut. Bank Syariah di daerah tersebut harus mampumenggapai tokoh-tokoh panutan masyarakat sebelum meraih masyarakat umum sebagai nasabahnya. Demikian pula loyalitas mereka terhadap Bank Syariah sangat tergantung dari loyalitas sang tokoh panutan.
Sedangkan tipikal religius follower, adalah insan-insan yang menjalankan kehidupannya menggunakan nilai-nilai keagamaan dan menggunakan sesuatu atas trend yang ada pada saat itu, walaupun kadang-kadang sesuatu itu kurang bermanfaat atau tingkat fungsionalitasnya rendah untuk mereka. Insan tipikal ini menyukai hal-hal yang baru, namun cepat berubah jika mode atas sesuatu yang mereka manfaatkan sudah tidak menjadi trend lagi. Pendidikan formal mereka rata-rata menengah hingga tinggi. Pengaruh innovator dapat menjadi motivasi bagi mereka untuk menggunakan atau memanfaatkan sesuatu.
Sesuai dengan tipikal mereka, para religius follower, dalam memanfaatkan perbankan Syariah juga sesuai dengan trend. Mereka memilih Bank Syariah lebih mengutamakan reputasi dan kredibilitas bank tersebut. Return yang lebih baik juga menjadi pertimbangan mereka dalam memilih Bank Syariah. Pelayanan dan prasarana yang modern juga menjadi hal yang utama bagi mereka. Mereka gampang berpindah apabila ada lembaga lain yang membawa trend baru dalam memenuhi tuntutan gaya hidup mereka.

Begitulah tipikal religiusitas nasabah Bank Syariah yang ditemukan di lapangan. Perlu dipahami, bahwa tidak semua yang ber-KTP Islam memiliki religiusitas keislaman. Sehingga pertanyaan mengapa di negara yang penduduknya mayoritas ber-KTP Islam dan merupakan populasi Muslim terbesar di dunia, tetapi pertumbuhan bank syariahnya termasuk lambat. Dan, jangan heran dengan memahami kondisi religiusitas masyarakat, jika kita menemukan pertumbuhan bank syariah di daerah yang populasi non Muslimnya lebih besar ternyata pertumbuhan asset dan nasabah bank syariahnya lebih cepat.
MERZA GAMAL
- Pengkaji Sosial Ekonomi Islami
- Author of Change Management & Cultural Transformation
- Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah
.