20px

PHK Massal Blibli dan Startup Tak Lagi Menjanjikan

Merzagamal8924
425 artikel
Startup Tak Lagi Menjanjikan,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Copilot.Microsoft.AI 
Startup Tak Lagi Menjanjikan,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Copilot.Microsoft.AI 

Gelombang Sunyi dan Pudarnya Sinar Ekonomi Digital

Prolog: Di Balik Senyum Startup, Ada Tangis yang Tak Terekam

Awal tahun 2025, Bukalapak membuat keputusan mengejutkan: menutup seluruh layanan jual-beli produk fisik. Tak ada lagi lapak elektronik, kosmetik, atau perlengkapan rumah tangga yang dulu menjadi wajah e-commerce lokal. 

Tak lama kemudian, eFishery, unicorn yang pernah dielu-elukan sebagai masa depan pangan Indonesia, memecat hampir seluruh karyawannya. Dan di penghujung Oktober, giliran Blibli yang mengumumkan pemutusan hubungan kerja terhadap 400 karyawan, termasuk dari unit Tiket.com.

Satu per satu, startup yang dulu menjadi simbol harapan ekonomi digital mulai merumahkan orang-orang yang membangunnya. Bukan karena mereka gagal, tapi karena arah angin telah berubah.

Babak Baru: Restrukturisasi yang Tak Lagi Tertutup

Tahun 2025 membuka babak baru bagi lanskap startup Indonesia, bukan dengan gebrakan inovasi, melainkan dengan sunyi yang mengguncang. 

Bukalapak menjadi salah satu yang pertama mengambil langkah drastis. Pada 9 Februari, mereka resmi menutup seluruh layanan jual-beli produk fisik. 

Keputusan ini bukan sekadar penyederhanaan operasional; ia mencerminkan pergeseran strategi yang tajam. Produk fisik, yang hanya menyumbang sekitar tiga persen dari total pendapatan, dianggap terlalu mahal untuk dipertahankan. 

Bukalapak memilih fokus pada produk virtual, pulsa, token listrik, dan voucher digital, yang lebih ringan secara logistik dan menjanjikan margin lebih tinggi. 

Namun di balik efisiensi itu, publik mulai bertanya: ke mana larinya dana IPO senilai Rp21,3 triliun yang dulu digadang-gadang akan memperkuat ekosistem digital nasional?

Tak lama setelah itu, eFishery, startup yang pernah dielu-elukan sebagai unicorn sektor perikanan dan pangan, menghadapi badai yang lebih kelam. 

Dalam hitungan minggu, 98 persen dari 1.500 karyawannya diberhentikan. Bukan karena pasar gagal, melainkan karena dugaan manipulasi laporan keuangan yang mengguncang kepercayaan investor. 

Dari startup yang menjanjikan ketahanan pangan berbasis teknologi, eFishery berubah menjadi simbol kegagalan tata kelola. Restrukturisasi ekstrem ini bukan hanya soal efisiensi, tapi juga soal etika dan transparansi yang runtuh di tengah pertumbuhan yang terlalu cepat.

Di penghujung Oktober, giliran Blibli yang mengumumkan pemutusan hubungan kerja terhadap sekitar 400 karyawan. Yang terdampak bukan hanya staf operasional, tapi juga VP dan tim dari unit bisnis strategis seperti Tiket.com. 

Ironisnya, PHK ini terjadi di tengah peningkatan kinerja keuangan perusahaan: pendapatan semester pertama naik 22 persen menjadi Rp9,6 triliun, sementara laba bruto melonjak 48 persen. 

Restrukturisasi dilakukan atas nama efisiensi, namun bagi banyak karyawan, keputusan itu terasa mendadak dan menyisakan luka. 

Video perpisahan yang diunggah ke TikTok menjadi arsip emosional yang viral, menunjukkan bahwa di balik angka-angka pertumbuhan, ada manusia yang kehilangan pijakan.

Gelombang ini bukan sekadar restrukturisasi. Ia adalah refleksi dari arah baru ekonomi digital Indonesia: lebih ramping, lebih cepat, tapi juga lebih sunyi. 

Startup tak lagi menjanjikan ruang aman bagi pekerja kreatif. Mereka kini bergerak seperti korporasi besar, mengutamakan margin, menghapus lapisan, dan menyisakan pertanyaan tentang masa depan kerja yang manusiawi.

Dunia yang Sama, Gelombang yang Lebih Besar

Indonesia bukan satu-satunya. Di Silicon Valley, Berlin, hingga Bengaluru, lebih dari 90.000 pekerja teknologi kehilangan pekerjaan sejak awal 2025. 

Penyebabnya serupa: otomatisasi dan adopsi AI menggantikan peran manusia, restrukturisasi manajemen menghapus lapisan organisasi, dan krisis ekonomi global memaksa efisiensi ekstrem. 

Investor tak lagi sabar menunggu pertumbuhan jangka panjang. Mereka menuntut profitabilitas, sekarang juga.

Startup tak lagi bicara mimpi. Mereka bicara margin.

Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Restrukturisasi ini bukan sekadar strategi bisnis. Ia adalah pergeseran nilai. Perusahaan seperti Bukalapak dan Blibli tidak sedang bangkrut. Mereka sedang mengubah arah. 

Produk fisik dianggap tidak efisien, sementara layanan digital dan virtual menjanjikan margin lebih tinggi. Peran seperti customer service, data entry, bahkan coding dasar, mulai digantikan oleh sistem otomatis. 

Yang bertahan adalah mereka yang bisa berpikir strategis, bukan sekadar menjalankan perintah.

Kasus eFishery menjadi peringatan: pertumbuhan cepat tanpa fondasi tata kelola yang kuat bisa berujung pada kehancuran yang sunyi tapi dalam. Restrukturisasi bukan hanya soal efisiensi, tapi juga soal etika, transparansi, dan keberlanjutan.

Suara yang Tak Terdengar

Di balik angka-angka, ada manusia. Ada yang baru mencicil rumah. Ada yang sedang menyiapkan pernikahan. Ada yang menjadi tulang punggung keluarga. 

Mereka tak masuk laporan keuangan, tapi merekalah yang membangun fondasi digital yang kini dibongkar.

Video perpisahan karyawan Blibli yang viral di TikTok bukan sekadar konten. Ia adalah arsip emosional dari generasi pekerja digital yang sedang kehilangan pijakan. 

Di forum komunitas, testimoni para mantan karyawan menjadi catatan sunyi tentang dunia kerja yang semakin tak pasti.

Epilog: Dari Luka ke Narasi Baru

Gelombang ini bukan akhir. Ia adalah panggilan untuk membangun ulang. Bukan hanya sistem kerja, tapi juga sistem nilai. 

Kita butuh startup yang bukan hanya cepat tumbuh, tapi juga kuat bertahan. Bukan hanya unicorn, tapi juga manusiawi.

Dan mungkin, dari reruntuhan ini, akan lahir generasi baru pekerja digital, yang tak hanya cakap teknologi, tapi juga peka, tangguh, dan tak mudah dilupakan.

Penulis: Merza Gamal (Advisor & Konsultan Transformasi Corporate Culture)

__________________________

Referensi:  

  • Kompas Tekno, CNBC Indonesia, Okezone Economy, Layoffs.fyi, DailySocial, Tech in Asia, Bloomberg Tech  
  • Wawancara dan testimoni karyawan terdampak (media sosial & forum komunitas)
  • Data publik dari laporan keuangan dan regulator pasar modal

__________________________

.