Pagi itu, notifikasi sunyi. Grup alumni diam. Orderan online berhenti. Seorang ibu di desa menatap layar kosong, menunggu video call dari anaknya yang tak kunjung tersambung.
Bukan sinetron. Tapi potensi nyata yang mungkin terjadi jika pemerintah benar-benar memblokir WhatsApp, Telegram, dan layanan serupa secara bersamaan. Isu ini muncul kembali seiring wacana pengetatan regulasi Over The Top (OTT) asing yang belum patuh pada izin operasi di Indonesia.
Apakah ini bentuk kedaulatan digital? Atau justru tanda bahwa kita belum siap?
Apa Itu OTT dan Kenapa Jadi Masalah?
OTT (Over The Top) adalah layanan yang berjalan di atas infrastruktur internet seperti WhatsApp, Zoom, Telegram, Netflix, dan lainnya. Mereka bukan penyelenggara jaringan seperti Telkom, tapi menguasai jalur komunikasi dan hiburan tanpa izin lokal.
Pemerintah menginginkan agar OTT asing mendaftar sebagai PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) dan tunduk pada regulasi lokal: soal keamanan data, pajak, dan moderasi konten.
Tapi sebagian besar OTT global keberatan, terutama terkait transparansi sistem dan privasi. Maka ancaman pemblokiran pun kembali mencuat.
Siapa yang Akan Kena Dampaknya?
Kalau WhatsApp dan Telegram benar-benar diblokir bersamaan, maka yang paling merasakan bukan para miliarder teknologi. Tapi:
Pedagang kecil yang terima order via WA
Guru-guru yang berbagi soal lewat grup Telegram
Santri yang setor hafalan lewat voice note
Karyawan remote yang andalkan Zoom untuk meeting
Pasangan LDR yang cuma bisa ngobrol lewat video call gratis
Semua ini bisa lumpuh... hanya karena masalah izin antara korporasi global dan regulator lokal.
Apa Penyebab Di Balik Ancaman Blokir Ini?
Kasus ini bukan baru pertama terjadi. Pada 2022 lalu, PayPal, Steam, Epic Games, hingga Yahoo sempat diblokir karena tidak mendaftar sebagai PSE.
Tahun ini, tensi kembali naik ketika beberapa OTT belum juga memenuhi regulasi baru. Kominfo pun kembali memperingatkan: daftar atau diblokir.
Namun persoalannya lebih dalam: kita masih bergantung pada layanan asing, tapi belum punya ekosistem alternatif yang mumpuni.
Langkah Logis yang Bisa Diambil
Percepat penguatan OTT lokal yang aman, cepat, dan hemat kuota.
Jalin diplomasi cerdas antara pemerintah dan raksasa digital agar rakyat tidak jadi korban tarik ulur kebijakan.
Literasi masyarakat soal diversifikasi komunikasi, agar tidak terpaku pada satu-dua aplikasi saja.
Fakta dan Referensi Resmi
Kominfo menjelaskan bahwa OTT asing wajib patuh sebagai PSE agar bisa beroperasi di Indonesia.
Kompas Tekno mengulas kasus nyata pemblokiran PayPal dan Steam karena tidak mendaftar PSE.
Apa yang Harus Dilakukan Jika Besok WhatsApp Hilang?
Cadangkan semua chat penting dan kontak sekarang juga.
Pasang aplikasi alternatif seperti Signal, Line, atau bahkan Matrix.
Sediakan jalur komunikasi internal di kantor, sekolah, dan organisasi.
Ajarkan orang tua atau santri cara memakai lebih dari satu aplikasi.
Refleksi: Apakah Kita Siap Kehilangan WhatsApp?
Sebagai pekerja digital, saya tahu betul betapa rapuhnya sistem kita saat terlalu menggantungkan satu aplikasi.
Ketika Telegram sempat error beberapa waktu lalu, saya kehilangan akses ke tim selama dua jam. Semua pekerjaan tertunda.
Bayangkan kalau itu terjadi selama dua hari.
Kita memang butuh kedaulatan digital. Tapi jangan sampai rakyat jadi korban karena kurangnya kesiapan dan komunikasi. Teknologi harus memberdayakan... bukan membungkam.
.