20px

Ketika Wakil Rakyat Tak Lagi Mendengar:Fenomena 'Uji Reaksi' dalam Kebijakan Digital

Jodyaryono5072
160 artikel
Source : AI Image Generated ChatGPT4o Prompt By Jody Aryono
Source : AI Image Generated ChatGPT4o Prompt By Jody Aryono

Rakyat Digital yang Lelah Diuji

Setiap kali kita membuka media sosial, selalu ada kejutan baru: WhatsApp mau diblokir? Zoom bakal dibatasi? Telegram tak bisa dipakai video call? Reaksi kita selalu sama --- marah, panik, protes... lalu tenang karena pemerintah bilang "tidak ada rencana seperti itu." Tapi sampai kapan pola ini terus berulang?

Isu Dilempar, Lalu Ditarik

Terbaru, muncul kabar bahwa layanan VoIP akan dibatasi. WhatsApp Call, Zoom, dan sejenisnya terancam diblokir. Keresahan menyebar cepat, sebab layanan-layanan ini sudah menjadi nadi komunikasi warga, apalagi pasca pandemi. Tapi setelah ramai-ramai muncul protes, Menkominfo buru-buru menyatakan bahwa isu itu tidak benar. Kita pun dibiarkan menggantung... lagi.

Uji Reaksi atau Uji Kesabaran?

Pola ini terlalu sering terjadi. Dulu, kebijakan ganjil seperti wacana revisi UU ITE, sensor Netflix, pemblokiran PayPal, hingga larangan game online, semua muncul... lalu hilang. Rakyat seolah menjadi objek eksperimen. Sekali dua kali bisa dimaklumi --- tapi jika menjadi kebiasaan, ini bukan lagi strategi komunikasi. Ini bentuk manipulasi.

Disinformasi dari Sumber Resmi

Ironisnya, kadang bukan rakyat yang menyebar hoaks, tapi justru kabut informasi muncul dari lembaga resmi. Kita tidak tahu mana yang benar, mana yang coba-coba. Wacana diluncurkan, lalu dibantah. Lalu disangkal. Lalu diganti istilah. Sampai akhirnya rakyat bingung: sebenarnya siapa yang sedang membohongi siapa?

Demokrasi Bukan Ajang Tebak-tebakan

Dalam negara demokratis, kebijakan idealnya lahir dari musyawarah, data, dan transparansi. Tapi jika rakyat hanya dijadikan alat pengukur reaksi, lalu dibungkam dengan klarifikasi, maka kepercayaan akan terus terkikis. Kita tidak butuh kebijakan yang 'viral dulu, dibatalkan kemudian'. Kita butuh proses yang jujur dan terbuka.

Dampak Nyata, Bukan Sekadar Wacana

Pembatasan VoIP tidak sesederhana larang-melarang. Ia menyangkut:

Pelajar yang belajar daring

  • Pekerja remote yang tergantung video call

  • Diaspora yang menjaga komunikasi dengan keluarga

  • UMKM yang berjualan lewat WhatsApp

    Kebijakan digital tidak boleh diputuskan hanya berdasarkan laporan kerugian operator.

    Suara Rakyat Jangan Hanya Dijadikan Barometer

    Jika pemerintah benar-benar ingin merancang regulasi digital yang berkelanjutan, maka libatkan publik sejak awal. Jangan jadikan rakyat hanya sebagai 'alarm sosial'. Jangan tunggu gaduh dulu baru bicara. Dengarkan sebelum bicara. Edukasi sebelum mengatur.

    Kita Tidak Bodoh, Hanya Lelah

    Sebagai warga digital, saya tak anti regulasi. Tapi saya ingin tahu kenapa sebuah aturan lahir. Saya ingin diajak berpikir, bukan disuguhi kejutan. Saya ingin dipercaya, bukan dicurigai sebagai reaktif. Kami bukan warga yang selalu benar... tapi juga bukan rakyat yang bisa dikibuli terus-menerus.

    Refleksi dari Balik Layar

    Di tengah ketidakpastian ini, saya hanya bisa berharap agar pemimpin negeri ini tak kehilangan empatinya. Teknologi mungkin berubah cepat. Tapi cara memanusiakan rakyat... itu tak pernah ketinggalan zaman.

    Referensi:

    (CNBC Indonesia melaporkan klarifikasi resmi Menkominfo soal isu VoIP)

  • Pemerintah Pastikan tidak Ada Rencana Batasi WhatsApp Call dan VoIP

  • Kompas menjelaskan dasar teknis VoIP dan hubungannya dengan layanan digital

    .