Awalnya Niat Baik, Akhirnya Bikin Canggung
Kerja bareng saudara terdengar seperti ide cemerlang. Kita kenal satu sama lain, bisa percaya tanpa banyak kontrak, dan niatnya saling bantu. Tapi realitanya… sering jauh dari ideal.
Saya pernah jalani sendiri, dan jujur: rasanya lebih banyak tidak enaknya daripada enaknya.
Ketika Proyek Jadi Ajang “Gak Enakan”
Saya diminta bantu proyek oleh saudara sendiri. Awalnya sih ringan—katanya santai aja. Tapi lama-lama, semua mulai blur:
Jobdesk gak jelas
Deadline molor karena saling sungkan negur
Komunikasi makin minim karena takut salah ucap
Dan akhirnya… saya ngerjain semua sendiri, demi gak ribet
Lucunya, saya gak bisa protes. Kenapa? Ya karena saudara. Kalau orang lain, sudah saya tinggalkan dari awal.
Saudara vs Profesional: Mana Lebih Sulit?
Bekerja dengan orang luar, semua pakai aturan dan kontrak. Tapi dengan saudara, semua pakai “rasa”—dan inilah masalahnya.
Rasa sungkan. Rasa segan. Rasa kasihan. Dan rasa-rasa lain yang bikin kita gak bisa tegas saat seharusnya tegas.
Akhirnya, proyek selesai... tapi hubungan jadi canggung. Mau ngumpul keluarga rasanya aneh. Mau tagih kerjaan, takut dibilang mata duitan.
Kerugian Tak Terlihat: Retaknya Relasi
Yang paling berat bukan rugi waktu atau materi... tapi retaknya hubungan. Karena kalau sudah menyangkut saudara, kita kehilangan dua kali:
Gagal dalam kerjaan
Gagal menjaga hubungan darah
Padahal awalnya semua demi kebersamaan.
Harga Saudara? Justru Itu yang Paling Bikin Gak Enak
Satu kalimat yang sering terdengar di awal kerjaan bareng saudara adalah:
“Harga saudara dong…”
Awalnya terdengar akrab dan ringan. Tapi kenyataannya:
Kita diminta kasih harga lebih murah dari normal
Tapi ekspektasinya tetap lebih tinggi dari klien biasa
Dan saat hasilnya gak sesuai, kita tetap yang disalahkan
Efeknya?
Kita jadi rugi waktu dan tenaga
Gak enak menagih atau menolak
Dan akhirnya menyimpan kekesalan diam-diam
Saya pernah sampai tahap: proyek sudah rugi, hubungan makin renggang, dan saya masih ditagih revisi... padahal “harga saudara” itu bahkan belum menutup biaya bensin dan kopi.
Lebih Enak Profesional, Karena Hubungan Jadi Lebih Jelas
Ironis memang... tapi bekerja dengan orang luar kadang terasa lebih ringan. Kenapa?
Semua jelas: harga, deadline, revisi, dan hak
Tidak ada sungkan, semua berjalan sesuai kesepakatan
Dan yang paling penting: tidak ada baper yang terbawa ke meja makan keluarga
Sementara kalau saudara?
Kadang kita justru dituntut lebih, dibayar lebih rendah, dan tetap harus tersenyum... karena dianggap “keluarga”.
Padahal Seharusnya... Saudara Itu Mendukung
Bukan minta diskon.
Bukan ngeles deadline.
Bukan hitung-hitungan dengan embel-embel “kan kita sodaraan”.
Kalau kita baru merintis usaha atau sedang memulai langkah kecil, dukungan keluarga justru harus jadi tameng... bukan beban.
Tapi realitanya, sering kali justru sebaliknya. Dan saya tidak menulis ini karena dendam... tapi karena kenyataan.
“Lebih baik dibayar layak oleh orang asing... daripada diminta diskon terus oleh saudara sendiri.”
.