Ketika organisasi melihat ke masa depan pasca pandemi, banyak yang merencanakan model virtual hybrid yang menggabungkan pekerjaan jarak jauh dengan waktu di kantor.
Keputusan yang masuk akal ini mengikuti peningkatan produktivitas yang solid selama pandemi. Walau mungkin produktivitas meningkat, banyak insan perusahaan merasa cemas dan kelelahan.
Para pemimpin hendaknya dapat mengatasi sumber kecemasan insan perusahaan, sehingga peningkatan produktivitas gaya pandemi berkelanjutan di masa depan. Kecemasan akan mengurangi kepuasan kerja, berdampak negatif pada hubungan interpersonal dengan rekan kerja, dan menurunkan kinerja.
Hasil survei McKinsey, memperjelas sumber kecemasan, yaitu insan perusahaan merasa mereka belum cukup mendengar tentang rencana pimpinan mereka untuk pengaturan kerja pasca Covid-19.
Organisasi mungkin telah menyampaikan secara umum untuk menerapkan pekerjaan virtual hybrid ke depan, tetapi terlalu sedikit perusahaan yang telah membagikan pedoman, kebijakan, harapan, dan pendekatan terperinci. Penyampaian yang kurang spesifik dan kurang relevan dari jarak jauh membuat insan perusahaan cemas.
Ketika para pemimpin perusahaan memetakan jalan menuju dunia pasca pandemi, mereka perlu berkomunikasi lebih sering dengan insan perusahaan. Perusahaan yang telah mengartikulasikan kebijakan dan pendekatan yang lebih spesifik untuk tempat kerja masa depan telah melihat peningkatan kesejahteraan dan produktivitas insan perusahaan.
Organisasi dengan komunikasi yang lebih jelas melihat manfaat bagi kesejahteraan dan produktivitas insan perusahaan.
Pentingnya mengkomunikasikan visi dan kebijakan tentang produktivitas, dukungan,dan inklusi akan berdampak berlipat ganda.
Bahkan komunikasi tingkat tinggi tentang pengaturan kerja pasca-Covid-19 meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas insan perusahaan.
Perusahaan yang menyampaikan kebijakan dan pendekatan yang lebih rinci dan relevan dari jarak jauh melihat peningkatan yang lebih besar.
Insan perusahaan yang merasa dilibatkan dalam komunikasi yang lebih rinci hampir lima kali lebih mungkin melaporkan peningkatan produktivitas. Melakukan komunikasi tentang masa depan dapat mendorong hasil kinerja saat ini.
Para pemimpin harus mempertimbangkan untuk meningkatkan frekuensi pembaruan insan perusahaan, baik untuk membagikan apa yang sudah diputuskan maupun untuk mengomunikasikan apa yang masih belum pasti.
Sebagian besar organisasi belum secara jelas mengomunikasikan visi untuk pekerjaan pasca pandemi. Insan perusahaan menyampaikan bahwa organisasi mereka telah mengomunikasikan visi pasca pandemi secara 32% dikomunikasikan dengan baik, 28% samar-samar dikomunikasikan, dan 40% tidak dikomunikasikan.
Insan perusahaan yang tidak dikomunikasikan merasa cemas terhadap masa depan. Kurangnya visi atau rencana yang jelas untuk pekerjaan pasca pandemi membuat insan perusahaan khawatir dan cemas, 47 persen dari mereka merasa kurangnya visi yang jelas tentang dunia pasca pandemi menjadi perhatian.
Pada organisasi yang berkomunikasi secara samar, atau tidak sama sekali, tentang masa depan pekerjaan pasca pandemi, hampir setengah dari insan perusahaan mengatakan hal itu membuat mereka khawatir atau cemas.
Kecemasan diketahui menurunkan prestasi kerja, mengurangi kepuasan kerja, dan secara negatif mempengaruhi hubungan interpersonal dengan rekan kerja, di antara penyakit lainnya. Untuk ekonomi global, hilangnya produktivitas karena kesehatan mental yang buruk---termasuk kecemasan--- mencapai $1 triliun per tahun (penelitian McKinsey April 2021).

Insan perusahaan yang mengalami kelelahan cenderung tidak menanggapi permintaan survei, dan individu yang paling kelelahan mungkin telah meninggalkan angkatan kerja---seperti halnya banyak wanita, yang telah terpengaruh secara tidak proporsional oleh krisis Covid-19.
Insan perusahaan yeng merasa cemas karena kurangnya komunikasi organisasi tentang masa depan perusahaan lebih cenederung merasa kelelahan.
Kurangnya faktor kejelasan visi perusahaan menyebabkan kecemasan bagi insan perusahaan, dan survei menunjukkan bahwa 2,9x lebih mungkin mengakibatkan kelelahan tingkat sedang hingga tinggi.
Rekomendasi yang jelas untuk pemimpin organisasi adalah untuk dapat berbagi lebih banyak dengan insan perusahaan, dapat membantu meningkatkan kesejahteraan insan perusahaan sekarang.
Insan perusahaan menginginkan fleksibilitas dalam bekerja. Jadi bagaimana organisasi membantu insan perusahaan yang cemas dan kelelahan? Salah satu caranya adalah dengan mengetahui apa yang diinginkan mereka untuk masa depan.
Lebih dari separuh insan perusahaan menyampaikan bahwa mereka ingin organisasi mereka mengadopsi model kerja virtual hybrid yang lebih fleksibel, di mana insan perusahaan terkadang berada di tempat dan terkadang bekerja dari jarak jauh.
Model hybrid dapat membantu organisasi memaksimalkan talenta di mana pun ia berada, menurunkan biaya, dan memperkuat kinerja perusahaan.
Kembali ke model situs sepenuhnya mungkin memiliki implikasi talenta yang signifikan. Insan perusahaan kemungkinan besar akan beralih pekerjaan jika kembali sepenuhnya bekerja di kantor, 30 persen dari mereka menyatakan kemungkinan besar akan beralih pekerjaan jika sepenuhnya bekerja di kantor, dan hanya 45 persen insan perusahaan yang tidak akan berpindah pekerjaan.
Fakta di lapangan, lebih dari seperempat responden menyampaikan bahwa mereka akan mempertimbangkan untuk beralih perusahaan jika organisasi mereka kembali bekerja sepenuhnya di kantor.
Insan perusahaan yang mengatakan mereka mungkin akan pergi, namun dapat memutuskan untuk tetap tinggal, tergantung pada kebijakan yang akhirnya diadopsi oleh perusahaan, ketersediaan pekerjaan dengan tingkat gaji yang sama atau lebih baik, dan peran otomatisasi dalam mengalihkan tugas yang dilakukan orang.
Mayoritas insan perusahaan ingin bekerja dari rumah, setidaknya tiga hari dalam sepekan di masa depan. Preferensi bekerja dari rumah sangat besar,bahkan 40 persen ingin bekerj selama 3 hari atau lebih setiap pekannya, dan hanya 17 persen yang ingin bekerja di kantor setiap hari.
Dalam menggambarkan model hybrid masa depan, lebih dari separuh pekerja pemerintah dan perusahaan menyampaikan bahwa mereka ingin bekerja dari rumah setidaknya tiga hari seminggu setelah pandemi berakhir.
Dari seluruh geografi, insan perusahaan di AS adalah yang paling tertarik untuk memiliki akses ke pekerjaan jarak jauh, dengan hampir sepertiga mengatakan mereka ingin bekerja dari jarak jauh penuh waktu.
Preferensi insan perusahaan bekerja dari rumah agak berbeda tergantung type rumah tangga. Insan perusahaan yang memiliki anak balitai lebih menyukai lokasi kerja yang fleksibel, dengan hanya 8 persen yang ingin bekerja di kantor sepenuhnya di masa mendatang.
Sementara itu insan perusahaan yang memiliki anak menjelang remaja, 15 persen siap bekerja penuh waktu di kantor, dan insan perusahaan tanpa anak di bawah 18 tahun hampir tiga kali lebih mungkin untuk memilih pekerjaan di kantor dibandingkan yang memiliki balita, tetapi mayoritas semuanya masih lebih suka model yang lebih fleksibel (hybrid).
Harapan dan ketakutan insan perusahaan akan masa depan mencerminkan fokus pada flesibilitas, kesejahteraan, dan kompensasi Secara keseluruhan, insan perusahaan sangat ingin melihat organisasi lebih menekankan pada fleksibilitas, kompensasi yang kompetitif, dan kesejahteraan setelah pandemi berakhir---dan sebaliknya, mereka khawatir bahwa pekerjaan di masa depan, terlepas dari apakah itu di kantor atau dari rumah, akan berdampak negatif terhadap kebutuhan tersebut. Insan perusahaan juga khawatir bahwa pekerjaan di kantor akan menyebabkan kemungkinan sakit yang lebih besar dan pekerjaan jarak jauh akan mengurangi komunitas dan kolaborasi antar rekan kerja.
Insan perusahaan menilai pengaturan kerja dan kebijakan harus saling terkait terkait dan mengarah pada tingkat kesejahteraan, kohesi sosial, dan produktivitas tertinggi.
Lebih dari sepertiga responden memberi peringkat jam kerja dan harapan yang jelas untuk kolaborasi dalam lima kebijakan teratas mereka; beberapa kebijakan kolaborasi lainnya, termasuk teknologi yang memungkinkan insan perusahaan di lokasi untuk melakukan rapat jarak jauh dan pedoman dokumentasi, juga menerima dukungan yang signifikan.
Alat kolaborasi, dan pelatihan untuk alat tersebut, juga dinilai tinggi untuk insan perusahaan, seperti halnya penggantian untuk pengaturan kantor kerja jarak jauh. Sementara itu, kebijakan konektivitas mikro---dari acara tim kecil hingga strategi mendengarkan dan merespons---merupakan kebijakan teratas bagi lebih dari seperempat responden.
Penulis,
Merza Gamal
Author of Change Management & Cultural Transformation
Former AVP Corporate Culture at Biggest Bank Syariah
.