20px

Apakah Bitcoin Riba? Menjawab Keraguan dari sisi Syar'i

Jodyaryono5072
160 artikel
Sumber :AI Generated ChatGPT 40 Prompt By Jody Aryono
Sumber :AI Generated ChatGPT 40 Prompt By Jody Aryono

Apakah Bitcoin Riba? Menjawab Keraguan dari Sudut Syar'i

Bitcoin---mata uang digital yang digadang-gadang akan menjadi emas baru---telah menjadi perbincangan hangat di kalangan investor dan juga ulama. Sebagian menyambutnya sebagai inovasi, sebagian lagi mencurigainya sebagai potensi riba digital. Lantas, bagaimana sebenarnya hukum Bitcoin dalam pandangan syariah?

Apa Itu Bitcoin?

Bitcoin adalah mata uang digital yang tidak dikendalikan oleh bank sentral mana pun. Ia berjalan di atas sistem blockchain dan hanya bisa digunakan secara digital. Tidak memiliki bentuk fisik seperti koin rupiah, namun dapat ditransaksikan lintas negara tanpa perantara.

Dalil-Dalil yang Mendasari Keraguan

Beberapa pihak menganggap Bitcoin mengandung unsur:

Gharar: karena volatilitas tinggi dan ketidakjelasan jaminan aset.

  • Maisir: jika digunakan untuk spekulasi tanpa ilmu.

  • Potensi riba: jika diperjualbelikan semata-mata karena fluktuasi nilai, tanpa ada underlying asset.

    Perspektif Ulama

    Majelis Ulama Indonesia (MUI): menyatakan bahwa crypto sebagai alat tukar adalah haram karena gharar dan dharar.

  • Beberapa ulama internasional seperti di Bahrain, Malaysia, dan Mesir menyatakan boleh dengan syarat tertentu, terutama jika Bitcoin digunakan sebagai aset bukan alat tukar, dan tidak digunakan dalam transaksi haram.

    Bitcoin = Riba?

    Tidak selalu. Riba terjadi ketika ada kelebihan dalam transaksi barang ribawi seperti emas dan perak secara tidak sah. Bitcoin sendiri tidak diakui secara ijma' sebagai tsamaniyah (alat tukar baku seperti emas). Jika diperlakukan sebagai komoditas digital, maka ia bisa masuk dalam akad jual beli biasa, dengan syarat:
    Jelas akadnya.
    Tidak mengandung penipuan.
    Tidak menjadi sarana penipuan atau judi.

    Kesimpulan

    Bitcoin tidak otomatis riba. Namun cara memperjualbelikannya bisa mengandung riba jika:

    Hanya mencari selisih harga tanpa pemahaman.

  • Tidak ada akad yang sah.

  • Mengandung unsur manipulasi pasar.

    Maka bukan teknologinya yang haram, tapi niat dan caranya yang menentukan. Islam menuntun kita bukan hanya agar untung, tapi juga berkah.

    .